Dalam khazanah budaya Indonesia, istilah "ilmu pelet" bukanlah sesuatu yang asing. Ia merujuk pada praktik supranatural yang bertujuan untuk memengaruhi atau menaklukkan hati seseorang agar jatuh cinta, tunduk, atau terikat pada si pelaku. Kisah-kisah tentang pelet seringkali mewarnai cerita rakyat, mitos, hingga perbincangan sehari-hari, menciptakan aura misteri dan daya tarik tersendiri bagi sebagian orang. Namun, di balik daya tarik semu tersebut, muncul pertanyaan besar: bagaimana pandangan agama Islam terhadap praktik ilmu pelet ini? Apakah ia sejalan dengan ajaran tauhid, atau justru bertentangan?
Artikel ini akan mengupas tuntas ilmu pelet dari perspektif agama Islam. Kita akan membahas definisi pelet, bagaimana Islam memandang praktik-praktik sejenisnya, hukum syariat yang berlaku, bahaya yang mengancam pelakunya baik di dunia maupun akhirat, serta alternatif syar'i yang bisa ditempuh bagi mereka yang mendambakan cinta dan kasih sayang. Tujuannya adalah memberikan pemahaman yang komprehensif agar umat Muslim dapat menjaga diri dari jeratan syirik dan maksiat, serta senantiasa kembali kepada ajaran Islam yang lurus.
Ilustrasi: Simbol kebijaksanaan dan panduan dalam Islam.
Ilmu pelet secara umum dapat diartikan sebagai ilmu gaib atau mistik yang digunakan untuk memengaruhi kehendak, perasaan, dan pikiran seseorang dari jarak jauh, dengan tujuan agar orang tersebut memiliki rasa cinta, kasih sayang, simpati, atau bahkan kepatuhan terhadap orang yang melakukan pelet. Praktik ini seringkali melibatkan penggunaan mantra, ritual khusus, benda-benda pusaka, atau medium tertentu yang diyakini memiliki kekuatan supranatural.
Dalam masyarakat tradisional, pelet sering dihubungkan dengan berbagai alasan, mulai dari urusan asmara (untuk mendapatkan pasangan, mengembalikan mantan, atau membuat seseorang tergila-gila), urusan bisnis (untuk melariskan dagangan atau memikat pelanggan), hingga urusan kekuasaan (untuk memengaruhi bawahan atau rival). Meskipun bervariasi dalam metode dan tujuannya, esensi utamanya adalah manipulasi kehendak bebas individu melalui kekuatan di luar nalar manusia biasa.
Praktik pelet memiliki akar yang dalam dalam berbagai kebudayaan di Indonesia, jauh sebelum masuknya agama-agama samawi. Kepercayaan animisme dan dinamisme yang meyakini adanya roh-roh penunggu, kekuatan magis pada benda-benda, dan kemampuan berkomunikasi dengan alam gaib telah menjadi landasan bagi munculnya berbagai bentuk ilmu sihir, termasuk pelet. Setiap daerah mungkin memiliki istilah dan metode peletnya sendiri, seperti Semar Mesem, Jaran Goyang, atau Ajian Puter Giling, yang diwariskan secara turun-temurun.
Ketika Islam masuk ke Nusantara, banyak praktik lokal yang bersentuhan dengan ajaran tauhid. Sebagian praktik yang tidak bertentangan dengan syariat berasimilasi atau diadaptasi, namun praktik-praktik yang secara fundamental berlawanan dengan tauhid, seperti sihir dan pelet, senantiasa ditentang dan dilarang. Namun, karena kuatnya akar budaya dan kepercayaan, praktik pelet masih bertahan hingga kini, bahkan terkadang disamarkan dengan nuansa keagamaan atau ritual tertentu.
Dalam Islam, sihir (السحر) secara luas didefinisikan sebagai segala sesuatu yang sebabnya tersembunyi, halus, dan samar. Lebih spesifik, sihir merujuk pada praktik-praktik yang dilakukan untuk memengaruhi orang lain atau kejadian alam melalui bantuan setan (jin) atau dengan cara-cara yang bertentangan dengan hukum alam yang ditetapkan Allah. Ibn Qudamah Al-Maqdisi menjelaskan bahwa sihir adalah buhul-buhul (simpul), jampi-jampi (mantera), perkataan-perkataan yang diucapkan atau ditulis, atau perbuatan-perbuatan yang memengaruhi badan, hati, atau akal orang yang disihir tanpa bersentuhan langsung.
Sihir bisa menyebabkan seseorang sakit, gila, bercerai, atau bahkan meninggal dunia. Karakteristik utama sihir adalah bahwa ia bekerja dengan bantuan jin atau setan, karena manusia tidak memiliki kekuatan intrinsik untuk memanipulasi takdir atau kehendak bebas orang lain tanpa seizin Allah, kecuali melalui perantara makhluk gaib yang durhaka.
Berdasarkan definisi di atas, ilmu pelet jelas termasuk dalam kategori sihir. Ini karena pelet bertujuan untuk memengaruhi hati dan kehendak seseorang secara tidak wajar, dengan menggunakan sarana-sarana yang bersifat gaib, yang pada hakikatnya adalah campur tangan jin dan setan. Tujuan pelet yang manipulatif dan tidak alami juga sangat bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam yang menjunjung tinggi kebebasan berkehendak dan keikhlasan dalam cinta.
Apapun bentuk, nama, atau klaimnya, jika suatu praktik melibatkan kekuatan gaib untuk memengaruhi orang lain di luar jalur syariat, maka ia adalah sihir. Tidak ada perbedaan antara pelet, guna-guna, santet, atau bentuk sihir lainnya dalam hukum Islam; semuanya adalah perbuatan dosa besar yang diharamkan.
Ilustrasi: Tanda larangan dan bahaya.
Para ulama Ahlussunnah wal Jama'ah sepakat bahwa ilmu pelet, sebagai bagian dari sihir, adalah haram hukumnya dalam Islam. Keharaman ini didasarkan pada dalil-dalil kuat dari Al-Qur'an dan As-Sunnah:
"Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh setan-setan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu melakukan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir), hanya setan-setan itulah yang kafir (mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua malaikat di Babel yaitu Harut dan Marut. Padahal keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorang pun sebelum mengatakan, "Sesungguhnya kami hanyalah cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kafir." Maka mereka mempelajari dari keduanya (sihir itu) yang dengan sihir itu mereka dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan istrinya. Dan mereka itu (ahli sihir) tidak akan dapat mencelakakan seseorang dengan sihirnya kecuali dengan izin Allah. Dan mereka mempelajari sesuatu yang mencelakakan mereka, dan tidak memberi manfaat kepada mereka. Dan sungguh, mereka telah meyakini bahwa barangsiapa menukar (Kitab Allah) dengan sihir itu, niscaya tidak akan mendapat keuntungan di akhirat. Dan sungguh, amat jahat perbuatan mereka menjual dirinya dengan sihir, sekiranya mereka tahu."
Ayat ini dengan jelas menunjukkan bahwa sihir adalah perbuatan setan, menyebabkan perceraian, membahayakan pelakunya di dunia dan akhirat, serta pelakunya tidak akan mendapatkan keuntungan di akhirat. Bahkan, sebagian ulama berpendapat bahwa sihir bisa menjerumuskan pelakunya ke dalam kekafiran.
"Jauhilah tujuh perkara yang membinasakan!" Para sahabat bertanya, "Apakah itu, ya Rasulullah?" Beliau menjawab, "Syirik kepada Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan hak, memakan riba, memakan harta anak yatim, lari dari medan perang, dan menuduh wanita mukminah yang suci berzina." (HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam hadits ini, sihir disebut sebagai salah satu dari tujuh dosa besar yang membinasakan, disejajarkan dengan syirik (menyekutukan Allah) yang merupakan dosa paling besar. Ini menunjukkan betapa seriusnya ancaman dan bahaya sihir dalam pandangan Islam.
Berdasarkan dalil-dalil ini, dapat disimpulkan bahwa menggunakan ilmu pelet, mempelajari, mengajarkan, atau bahkan mempercayai kekuatannya sebagai sesuatu yang independen dari Allah, adalah perbuatan haram dan dosa besar. Ia bertentangan dengan pondasi tauhid, yaitu keyakinan akan keesaan Allah dan hanya kepada-Nya lah segala kekuatan dan pertolongan diminta.
Tingkat keharaman ilmu pelet semakin diperparah karena ia seringkali melibatkan praktik syirik akbar, yaitu menyekutukan Allah. Ini terjadi ketika:
Syirik adalah dosa terbesar yang tidak diampuni Allah jika pelakunya meninggal dunia dalam keadaan belum bertaubat. Allah berfirman dalam Surah An-Nisa ayat 48:
"Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar."
Oleh karena itu, setiap Muslim wajib menjauhi segala bentuk praktik pelet karena ia adalah jalan menuju syirik, yang dapat menghapus seluruh amal kebaikan dan menjerumuskan pelakunya ke dalam neraka jahanam selamanya jika tidak bertaubat.
Bagi orang yang dengan sengaja melakukan pelet, mempelajari, atau mengajarkannya, hukumannya sangat berat dalam Islam. Jika ia melakukannya dengan keyakinan yang menjerumuskan pada syirik akbar, maka ia telah kafir. Jika ia tidak sampai pada tingkat syirik akbar namun menggunakan bantuan jin atau melakukan perbuatan haram, maka ia adalah pelaku dosa besar.
Beberapa ulama bahkan berpendapat bahwa hukuman bagi ahli sihir (termasuk pelaku pelet) adalah dibunuh, sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian khalifah dan sahabat Nabi. Namun, pandangan ini memerlukan ijtihad dan kewenangan dari pemerintahan Islam yang berwenang untuk menegakkannya. Yang jelas, ia adalah dosa besar yang mengancam pelakunya dengan neraka jika tidak bertaubat.
Korban pelet tidak berdosa atas apa yang menimpanya, karena ia tidak memiliki kontrol atas kondisi tersebut. Bahkan, jika ia sampai melakukan hal-hal di luar kesadarannya akibat pengaruh pelet, maka perbuatannya dimaafkan dalam syariat. Namun, korban wajib berusaha untuk melepaskan diri dari pengaruh pelet dengan cara-cara syar'i, seperti ruqyah, memperbanyak doa, zikir, dan mendekatkan diri kepada Allah.
Sangat penting bagi korban untuk tidak putus asa dan tidak mencari jalan pintas dengan membalas pelet dengan pelet atau sihir dengan sihir. Hal ini justru akan menjerumuskan korban ke dalam dosa yang sama atau lebih besar.
Ilustrasi: Simbol kekuatan doa dan perlindungan ilahi.
Islam adalah agama yang sempurna, yang tidak hanya melarang sesuatu, tetapi juga memberikan solusi dan alternatif yang lebih baik dan berkah. Bagi mereka yang mendambakan cinta, kasih sayang, atau kebahagiaan dalam hidup, Islam menawarkan jalan yang lurus dan halal:
Fondasi utama seorang Muslim adalah tauhid, yaitu mengesakan Allah dalam segala aspek kehidupan. Ini berarti meyakini bahwa hanya Allah yang memiliki kekuatan mutlak, hanya kepada-Nya kita memohon pertolongan, dan hanya Dia yang dapat mengubah hati manusia. Dengan tauhid yang kuat, seorang Muslim tidak akan tergoda untuk mencari jalan pintas melalui pelet atau sihir.
Memperkuat iman juga berarti yakin bahwa segala takdir berasal dari Allah, dan setiap kesulitan pasti ada hikmahnya. Jika kita belum mendapatkan pasangan atau cinta yang diinginkan, itu adalah bagian dari takdir Allah yang perlu kita terima dengan sabar dan ikhtiar yang benar.
Doa adalah senjata ampuh bagi seorang mukmin. Daripada meminta bantuan kepada jin atau dukun, seorang Muslim seharusnya mengadukan segala hajatnya hanya kepada Allah. Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengabulkan doa. Berdoalah dengan sungguh-sungguh, penuh keyakinan, dan istiqamah. Mohonlah agar Allah mendekatkan hati yang baik, memberikan jodoh yang saleh/salehah, atau melapangkan hati seseorang untuk mencintai kita dengan cara yang halal.
Beberapa doa yang bisa diamalkan:
Doa menunjukkan kerendahan hati seorang hamba di hadapan Rabb-nya, dan ini adalah bentuk ibadah yang sangat dicintai Allah.
Selain berdoa, seorang Muslim juga wajib berikhtiar (berusaha) secara fisik dan lahiriah. Jika menginginkan cinta seseorang, tunjukkanlah akhlak yang baik, perbaiki diri, tingkatkan kualitas kepribadian, dan jalinlah komunikasi yang santun dan halal. Menjadi pribadi yang baik, bertakwa, dan memiliki akhlak mulia adalah 'pelet' alami yang sesungguhnya dalam Islam, yang akan memikat hati orang-orang baik pula.
Tawakkal (berserah diri) kepada Allah adalah puncak dari ikhtiar. Setelah berusaha semaksimal mungkin dan berdoa, serahkanlah hasilnya sepenuhnya kepada Allah. Yakinlah bahwa apapun hasil yang Allah berikan adalah yang terbaik bagi kita, baik itu sesuai keinginan atau tidak. Allah lebih mengetahui apa yang baik bagi hamba-Nya.
Cinta sejati tidak didapatkan dengan paksaan atau manipulasi, melainkan dengan ketulusan dan kebaikan. Seorang Muslim diajarkan untuk senantiasa berakhlak mulia, berbuat baik kepada sesama, menjaga perkataan, dan menebarkan kebaikan. Sikap yang santun, jujur, amanah, dan peduli akan lebih memikat hati daripada sihir apapun.
Rasulullah SAW adalah contoh teladan akhlak mulia. Beliau dicintai oleh banyak orang bukan karena sihir, melainkan karena keagungan akhlak, kejujuran, dan kasih sayangnya. Meniru sifat-sifat mulia Nabi adalah jalan terbaik untuk dicintai dan dihormati.
Terkadang, apa yang kita inginkan tidak selalu terwujud sesuai harapan. Dalam hal asmara, bisa jadi orang yang kita cintai tidak memiliki perasaan yang sama, atau jodoh kita belum datang. Dalam situasi seperti ini, kesabaran (sabar) dan keridhaan (ridha) terhadap ketetapan Allah menjadi sangat penting. Yakini bahwa Allah memiliki rencana terbaik, dan mungkin ada hikmah di balik setiap penundaan atau ketidaksesuaian keinginan.
Sabar dalam menanti dan ridha dengan takdir akan membawa ketenangan hati dan pahala di sisi Allah. Ia juga menghindarkan kita dari jalan-jalan yang haram dan penuh penyesalan.
Meskipun ilmu pelet dilarang, keberadaannya di masyarakat adalah sebuah kenyataan. Oleh karena itu, seorang Muslim juga perlu mengetahui cara melindungi diri dari pengaruh sihir dan pelet secara Islami:
Ini adalah benteng terkuat. Orang yang tauhidnya kuat akan sulit ditembus oleh sihir karena ia hanya bergantung kepada Allah dan tidak memberi celah bagi jin/setan untuk masuk. Keyakinan penuh bahwa tidak ada yang dapat memberi manfaat atau mudarat kecuali atas izin Allah akan menumbuhkan kekebalan spiritual.
Shalat adalah tiang agama dan benteng seorang mukmin. Menjaga shalat fardhu tepat waktu, serta memperbanyak shalat sunnah, zikir, membaca Al-Qur'an, dan ibadah lainnya akan mendekatkan diri kepada Allah. Kedekatan ini akan menjadi pelindung yang kokoh dari segala gangguan setan.
Rasulullah SAW mengajarkan banyak doa dan ayat Al-Qur'an sebagai perlindungan dari sihir dan kejahatan. Dianjurkan untuk membaca:
Setan menyukai tempat-tempat kotor dan bau. Menjaga kebersihan diri, rumah, dan lingkungan sekitar akan menjauhkan setan dari kita. Membaca basmalah sebelum memasuki rumah dan saat akan makan juga penting.
Maksiat dan dosa membuka pintu bagi setan untuk mendekat dan memengaruhi. Menjauhi ghibah (menggunjing), fitnah, dusta, hasad (dengki), dan segala bentuk kemaksiatan akan menguatkan benteng spiritual.
Jika merasa terkena pelet, jangan sekali-kali mencari pertolongan kepada dukun, paranormal, atau ahli sihir. Ini justru akan memperparah masalah dan menjerumuskan pada syirik. Carilah ulama, ustadz, atau praktisi ruqyah syar'i yang metode pengobatannya sesuai dengan Al-Qur'an dan Sunnah.
Penting untuk membedakan antara ilmu pelet yang haram dengan daya tarik alami atau pesona seseorang yang muncul dari akhlak mulia, kecerdasan, kecantikan/ketampanan, atau karisma. Daya tarik alami adalah anugerah dari Allah dan bukan merupakan bentuk manipulasi. Islam mendorong umatnya untuk menjadi pribadi yang menarik secara fisik (dengan menjaga kebersihan dan penampilan) dan secara moral (dengan akhlak yang baik).
Cinta dan ketertarikan yang tumbuh secara alami dan tulus, didasari oleh interaksi yang baik, kesamaan visi, dan akhlak yang terpuji, adalah fitrah manusia dan dibenarkan dalam Islam. Justru inilah jalan yang direstui untuk membangun rumah tangga yang sakinah, mawaddah, wa rahmah.
Tentu saja boleh. Islam adalah agama yang realistis dan mengakui fitrah cinta. Mencintai seseorang dan berkeinginan untuk menikahinya adalah hal yang sangat dianjurkan. Namun, cara untuk meraih cinta tersebut haruslah dengan jalan yang halal, seperti:
Setiap usaha yang dilakukan dalam bingkai syariat akan mendatangkan keberkahan dan pahala, sekalipun hasilnya tidak selalu sesuai harapan duniawi kita.
Dalam beberapa kepercayaan, ada istilah "pelet putih" yang diklaim sebagai pelet yang baik atau tidak membahayakan, mungkin dengan dalih menggunakan ayat Al-Qur'an atau doa tertentu. Namun, jika esensinya tetap memengaruhi kehendak seseorang secara paksa dan manipulatif, maka ia tetap haram dalam Islam.
Penggunaan ayat Al-Qur'an atau doa dalam konteks sihir atau pelet adalah bentuk penistaan terhadap kalamullah. Ayat-ayat Allah adalah untuk petunjuk, penyembuhan (dengan izin Allah), dan rahmat, bukan untuk memanipulasi hati manusia. Mencampuradukkan ajaran Islam dengan praktik sihir adalah bid'ah dan bahkan bisa mengarah pada syirik. Oleh karena itu, tidak ada yang namanya "pelet putih" yang dibenarkan dalam Islam; semua bentuk pelet adalah haram.
Bagi siapa saja yang pernah terjerumus dalam praktik ilmu pelet, baik sebagai pelaku maupun pengguna jasa, pintu taubat senantiasa terbuka lebar. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Syarat-syarat taubat yang diterima Allah adalah:
Ingatlah firman Allah SWT dalam Surah Az-Zumar ayat 53:
"Katakanlah (Muhammad): 'Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sungguh, Dialah Yang Maha Pengampun, Maha Penyayang.'"
Ini adalah ayat harapan bagi para pendosa. Tidak peduli seberapa besar dosa yang telah dilakukan, rahmat Allah jauh lebih luas. Yang terpenting adalah taubat yang tulus dan kembali ke jalan yang lurus.
Ilmu pelet adalah praktik sihir yang haram hukumnya dalam agama Islam. Ia termasuk dosa besar, bahkan dapat menjerumuskan pelakunya pada syirik akbar, yaitu menyekutukan Allah. Dalil-dalil dari Al-Qur'an dan As-Sunnah secara tegas melarang segala bentuk sihir karena dampaknya yang merusak, baik di dunia maupun akhirat.
Bahaya pelet meliputi rusaknya hubungan, kerugian finansial, ketergantungan pada jin/setan, gangguan mental, hingga azab neraka yang kekal jika meninggal dalam keadaan syirik. Oleh karena itu, setiap Muslim wajib menjauhi praktik ini sejauh-jauhnya.
Islam menawarkan jalan yang mulia dan berkah untuk mendapatkan cinta dan kebahagiaan sejati: dengan memperkuat tauhid, memperbanyak doa kepada Allah, berikhtiar secara halal dan santun, memperbaiki diri, menjaga akhlak mulia, serta bersabar dan ridha dengan ketetapan Allah. Bentengi diri dari segala bentuk sihir dengan mendekatkan diri kepada Allah, menjaga ibadah, membaca ayat-ayat perlindungan, dan menjauhi maksiat.
Bagi mereka yang pernah terjerumus, pintu taubat selalu terbuka. Dengan penyesalan tulus, berhenti dari dosa, bertekad tidak mengulangi, dan memperbanyak amal kebaikan, Allah akan mengampuni dosa-dosa. Semoga Allah senantiasa membimbing kita semua di jalan yang lurus, menjauhkan kita dari segala bentuk kesyirikan dan kemaksiatan, serta menganugerahkan kepada kita cinta dan kebahagiaan yang diridhai-Nya.
Penting untuk diingat bahwa kebahagiaan dan cinta sejati datang dari Allah, melalui jalan yang halal, dan dengan ridha-Nya. Jangan pernah mengorbankan iman dan tauhid demi keinginan duniawi yang fana.
Ilustrasi: Simbol kebaikan dan kebenaran yang membawa ketenangan.