Ilustrasi: Kebahagiaan dan ketenangan dalam pernikahan yang diridai Allah, di bawah naungan Islam.
Setiap insan mendambakan cinta sejati dan pasangan hidup yang dapat membimbing menuju kebahagiaan dunia dan akhirat. Pencarian jodoh adalah bagian integral dari perjalanan hidup manusia, sebuah fitrah yang Allah tanamkan dalam diri kita. Namun, dalam perjalanan ini, seringkali kita dihadapkan pada berbagai godaan dan jalan pintas yang justru menjauhkan dari keberkahan. Salah satu godaan yang kerap muncul, terutama di masyarakat yang masih kental dengan budaya mistis, adalah praktik yang dikenal sebagai "pelet".
Artikel ini hadir untuk mengupas tuntas tentang bagaimana Islam memandang pernikahan, jodoh, dan cinta, serta memberikan panduan lengkap bagi Anda yang sedang mencari pasangan hidup yang diridai Allah. Lebih penting lagi, artikel ini akan menjelaskan secara gamblang mengapa praktik "pelet" adalah perbuatan terlarang dalam Islam dan apa saja bahaya serta konsekuensinya, baik di dunia maupun di akhirat. Kita akan berpegang teguh pada prinsip-prinsip Islam yang murni, yaitu berserah diri kepada Allah, berdoa, berikhtiar dengan cara yang halal, dan bertawakal.
Mari kita memulai perjalanan spiritual ini untuk memahami hakikat cinta yang sebenarnya, bukan cinta yang dibangun di atas paksaan atau manipulasi, melainkan cinta yang tumbuh dari keimanan, ketaatan, dan rida Ilahi.
Dalam Islam, pernikahan bukan sekadar ikatan sosial atau pemenuhan naluri biologis semata. Lebih dari itu, pernikahan adalah sebuah ibadah yang sangat ditekankan, sebuah sunnah Rasulullah ﷺ, dan pintu gerbang menuju sakinah (ketenangan), mawaddah (cinta), dan rahmah (kasih sayang). Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an, surat Ar-Rum ayat 21:
"Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu pasangan-pasangan dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir."
Ayat ini dengan jelas menggambarkan tujuan mulia dari pernikahan, yaitu menciptakan ketenangan batin, menumbuhkan cinta, dan menebarkan kasih sayang antar pasangan. Ini adalah fondasi utama bagi setiap Muslim yang berniat membangun rumah tangga.
Setiap manusia memiliki fitrah untuk berpasangan. Keinginan untuk memiliki pendamping hidup, berbagi suka dan duka, serta membangun keluarga adalah sesuatu yang alami. Islam datang tidak untuk menekan fitrah ini, melainkan untuk mengaturnya agar berjalan sesuai koridor syariat, sehingga mendatangkan kebaikan dan keberkahan.
Berbeda dengan pandangan sekuler yang seringkali mengedepankan fisik, harta, atau jabatan, Islam memiliki prioritas yang jelas dalam memilih pasangan. Rasulullah ﷺ bersabda:
"Wanita itu dinikahi karena empat perkara: karena hartanya, karena kedudukannya, karena kecantikannya, dan karena agamanya. Pilihlah yang memiliki agama, engkau akan beruntung." (HR. Bukhari dan Muslim).
Hadis ini memberikan panduan emas bahwa agama (ketaatan, akhlak mulia) adalah kriteria utama yang harus dipertimbangkan. Mengapa demikian?
Tentu saja, Islam tidak melarang mempertimbangkan aspek lain seperti kecantikan, kekayaan, atau status sosial, asalkan itu tidak menjadi prioritas utama yang mengalahkan agama.
Di tengah keinginan yang kuat untuk mendapatkan pasangan atau mempertahankan hubungan, sebagian orang mungkin tergoda untuk mencari jalan pintas, salah satunya adalah melalui praktik yang dikenal sebagai "pelet". Istilah "pelet" merujuk pada praktik ilmu hitam atau sihir yang bertujuan untuk memengaruhi perasaan seseorang agar jatuh cinta atau tunduk kepada pelakunya, seringkali tanpa kerelaan hati yang tulus. Dalam Islam, praktik semacam ini tidak hanya dilarang keras, tetapi juga termasuk dalam kategori dosa besar yang sangat serius.
"Pelet" dapat berwujud berbagai macam praktik, mulai dari penggunaan jimat, mantra-mantra tertentu, ritual-ritual aneh, hingga melibatkan bantuan dukun atau paranormal. Tujuannya adalah memanipulasi kehendak seseorang, mengikat hatinya, atau bahkan membuatnya tergila-gila. Praktik ini seringkali didasarkan pada keyakinan bahwa ada kekuatan gaib selain Allah yang dapat mengendalikan takdir dan perasaan manusia.
Ada beberapa alasan fundamental mengapa praktik "pelet" dilarang keras dan dianggap sebagai dosa besar dalam syariat Islam:
Ini adalah alasan utama dan yang paling fatal. Praktik pelet hampir selalu melibatkan permohonan bantuan kepada jin, setan, atau kekuatan gaib lainnya, alih-alih hanya kepada Allah SWT. Mengandalkan atau meminta pertolongan kepada selain Allah dalam hal-hal yang hanya mampu dilakukan oleh Allah adalah bentuk syirik akbar (syirik besar), dosa yang paling tidak diampuni jika seseorang meninggal dunia dalam keadaan belum bertobat darinya. Allah berfirman dalam surat An-Nisa ayat 48:
"Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar."
Mencari pelet berarti menempatkan kepercayaan dan harapan pada kekuatan selain Allah untuk mengubah takdir atau hati seseorang, yang merupakan manifestasi nyata dari syirik.
Pelet termasuk dalam kategori sihir. Al-Qur'an dan Sunnah secara tegas melarang dan mengutuk praktik sihir. Sihir adalah perbuatan setan yang bertujuan untuk mencelakai, memecah belah, dan menyesatkan manusia. Allah berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 102:
"...mereka (setan-setan itu) mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua malaikat di Babil yaitu Harut dan Marut. Padahal keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorang pun sebelum mengatakan: "Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir." Maka mereka mempelajari dari kedua (malaikat) itu apa yang dengan sihir itu mereka dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan istrinya..."
Ayat ini jelas menunjukkan bahaya sihir yang dapat merusak rumah tangga dan hubungan. Pelet, dengan tujuan memaksakan cinta, adalah bentuk intervensi sihir yang merusak kehendak bebas dan fitrah manusia.
Islam sangat menjunjung tinggi kehendak bebas (ikhtiar) setiap individu. Praktik pelet berupaya memanipulasi dan memaksa kehendak seseorang agar mencintai atau mengikuti keinginan pelakunya, tanpa adanya rasa suka yang tulus. Ini adalah bentuk penzaliman terhadap hak asasi manusia dan melanggar prinsip keadilan dalam Islam.
Cinta yang dibangun di atas dasar pelet adalah cinta palsu, tidak tulus, dan tidak akan membawa keberkahan. Hubungan yang terbentuk dari praktik semacam ini cenderung rapuh, penuh masalah, dan tidak akan menemukan sakinah. Bahkan bisa jadi, orang yang terkena pelet akan mengalami masalah kejiwaan, kesehatan, atau spiritual. Ini merusak tatanan keluarga dan masyarakat.
Ilustrasi: Hati yang rusak dan tanda peringatan bahaya dari praktik terlarang seperti "pelet".
Jika "pelet" adalah jalan yang sesat dan berbahaya, lalu apa solusi yang benar menurut Islam bagi mereka yang mendambakan jodoh atau ingin memperbaiki hubungan? Islam menawarkan panduan yang komprehensif, mulai dari doa, ikhtiar, hingga tawakal, yang semuanya berlandaskan pada tauhid dan ketaatan kepada Allah SWT.
Doa adalah senjata ampuh bagi seorang mukmin. Tidak ada kekuatan yang lebih besar daripada doa yang tulus memohon kepada Allah, karena Dialah Yang Maha Mengatur hati, takdir, dan segala sesuatu di alam semesta. Allah SWT berfirman dalam surat Ghafir ayat 60:
"Dan Tuhanmu berfirman: "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina.""
Ketika mencari jodoh atau mengharapkan kebaikan dalam hubungan, doa harus menjadi prioritas utama.
Berdoalah dengan keyakinan penuh, spesifik, dan dalam keadaan suci. Berikut adalah adab dan beberapa contoh doa:
Istikharah adalah shalat sunnah dua rakaat yang dilakukan untuk memohon petunjuk dan pilihan terbaik dari Allah SWT dalam menghadapi dua atau lebih pilihan yang membingungkan, termasuk dalam urusan jodoh. Ketika Anda dihadapkan pada beberapa calon atau merasa ragu, istikharah adalah jalan terbaik.
Doa tanpa usaha adalah kesia-siaan, dan usaha tanpa doa adalah kesombongan. Keduanya harus berjalan beriringan. Ikhtiar dalam mencari jodoh harus dilakukan dengan cara-cara yang halal, syar'i, dan sesuai dengan adab Islam.
Ini adalah langkah ikhtiar yang paling fundamental. Bagaimana Anda mengharapkan pasangan yang baik jika diri sendiri belum baik? Fokuslah pada:
Ketika Anda berusaha menjadi pribadi yang baik, Allah akan memudahkan jalan Anda untuk bertemu dengan jodoh yang baik pula. Sebagaimana firman Allah dalam surat An-Nur ayat 26:
"Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula)..."
Jodoh tidak akan datang begitu saja tanpa usaha. Perluaslah silaturahmi Anda dengan cara yang islami:
Jangan ragu untuk meminta nasihat dari orang tua, guru agama, ulama, atau pasangan suami istri yang Anda anggap bijaksana dan saleh. Pengalaman mereka bisa menjadi pelajaran berharga.
Setelah berdoa dan berikhtiar semaksimal mungkin, langkah terakhir dan terpenting adalah tawakal kepada Allah SWT. Tawakal berarti menyerahkan segala hasil kepada Allah, percaya sepenuhnya bahwa apa pun ketetapan-Nya adalah yang terbaik bagi kita, bahkan jika itu tidak sesuai dengan keinginan kita. Allah berfirman dalam surat Ath-Thalaq ayat 3:
"...Barangsiapa bertawakal kepada Allah, niscaya Dia akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan-Nya. Sungguh, Allah telah mengadakan ketentuan bagi setiap sesuatu."
Jodoh adalah bagian dari takdir Allah. Siapa pun pasangan Anda, itu sudah tertulis di Lauhul Mahfudz. Tugas kita adalah berikhtiar dan berdoa. Jika Allah menakdirkan Anda bertemu dengan seseorang, maka itu akan terjadi. Jika tidak, pasti ada hikmah yang lebih besar. Jangan pernah putus asa atau merasa frustrasi.
Sabar adalah kunci. Terkadang, penantian jodoh terasa panjang. Dalam kondisi ini, kesabaran sangat diperlukan. Sertai dengan berprasangka baik kepada Allah (husnuzan), bahwa segala penundaan atau kesulitan pasti memiliki hikmah dan kebaikan di baliknya. Mungkin Allah sedang mempersiapkan Anda, atau sedang mempersiapkan jodoh terbaik untuk Anda.
Apa pun hasil dari ikhtiar Anda, terimalah dengan lapang dada. Jika jodoh belum datang, fokuslah untuk terus meningkatkan ibadah dan kualitas diri. Jadikan masa penantian sebagai ajang untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah. Dengan demikian, hati Anda akan lebih tenang dan lapang.
Ilustrasi: Tangan berdoa sebagai simbol kekuatan spiritual, memohon bimbingan dan pertolongan dari Allah SWT.
Mendapatkan jodoh hanyalah awal dari perjalanan. Tantangan sesungguhnya adalah bagaimana membangun dan mempertahankan hubungan pernikahan agar selalu berada dalam koridor sakinah, mawaddah, dan rahmah. Ini membutuhkan komitmen, komunikasi, dan tentu saja, berpegang teguh pada ajaran Islam.
Kunci dari setiap hubungan yang sehat adalah komunikasi. Pasangan harus mampu berbicara secara terbuka, jujur, dan penuh empati satu sama lain. Jangan biarkan masalah menumpuk dan menjadi bom waktu.
Suami dan istri memiliki hak serta kewajiban masing-masing yang harus dipenuhi dengan penuh tanggung jawab. Saling menghargai peran, pendapat, dan perasaan pasangan adalah fondasi penting.
Dalam setiap pernikahan, pasti akan ada gesekan, perbedaan pendapat, atau kekhilafan. Sabar dan kemampuan untuk memaafkan adalah mutiara yang akan menjaga keutuhan rumah tangga.
Rumah tangga Islami tidak hanya harmonis secara lahiriah, tetapi juga spiritual. Hal ini dicapai dengan:
Di balik setiap niat baik untuk mencari jodoh atau membangun rumah tangga yang Islami, setan tidak akan tinggal diam. Ia akan selalu berusaha membisikkan keraguan, keputusasaan, bahkan mendorong pada jalan-jalan yang sesat seperti pelet. Mengenali bisikan setan dan cara melawannya adalah bagian dari jihad spiritual.
Dalam perjalanan mencari jodoh dan membangun bahtera rumah tangga, terkadang kita membutuhkan bimbingan dan ilmu yang memadai. Islam sangat menganjurkan kita untuk mencari ilmu dan bertanya kepada ahlinya.
Jika Anda memiliki keraguan, pertanyaan, atau masalah dalam urusan jodoh dan pernikahan, jangan sungkan untuk berkonsultasi dengan ulama, ustaz/ustazah, atau penasihat agama yang memiliki ilmu dan pemahaman syariat yang mumpuni. Mereka dapat memberikan nasihat berdasarkan Al-Qur'an dan Sunnah, serta pengalaman yang relevan.
Bagi calon pengantin, mengikuti pembekalan pra-nikah atau kursus pranikah sangatlah penting. Ini adalah investasi berharga untuk masa depan rumah tangga Anda. Dalam pembekalan ini, Anda akan mempelajari:
Dengan persiapan yang matang, Anda akan lebih siap menghadapi realitas pernikahan dan membangun rumah tangga yang kokoh di atas pondasi Islam.
Perjalanan mencari jodoh dan membangun keluarga adalah marathon, bukan sprint. Ia membutuhkan kesabaran yang luar biasa dan keyakinan teguh akan janji-janji Allah. Terkadang, Allah menunda keinginan kita bukan karena Dia tidak sayang, melainkan karena Dia ingin memberikan yang terbaik pada waktu yang paling tepat, atau karena Dia ingin kita lebih mendekat kepada-Nya.
Ketika jodoh tak kunjung tiba atau ketika ujian rumah tangga terasa berat, yakinlah bahwa ada hikmah besar di baliknya:
Allah tidak pernah mengingkari janji-Nya. Jika Anda telah berdoa, berikhtiar dengan cara yang halal, dan bertawakal, maka percayalah bahwa Allah akan memberikan yang terbaik. Mungkin bukan persis seperti yang Anda bayangkan, tetapi pasti yang paling baik untuk Anda.
"Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya." (QS. Al-Baqarah: 286)
Dan bagi mereka yang bertakwa, Allah akan selalu membukakan jalan keluar dan memberikan rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka:
"...Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya." (QS. Ath-Thalaq: 2-3)
Termasuk di dalamnya adalah rezeki berupa jodoh yang baik.
Pencarian jodoh adalah sebuah perjalanan spiritual yang penuh makna dalam Islam. Ia bukanlah sebuah perlombaan, melainkan proses pendewasaan diri dan penyerahan diri total kepada kehendak Allah SWT. Kita telah memahami bahwa praktik "pelet" adalah jalan yang sesat, terlarang dalam syariat Islam, dan termasuk dosa besar yang dapat merusak iman serta membawa malapetaka di dunia dan akhirat. Oleh karena itu, kita harus menjauhinya dengan segala cara.
Sebaliknya, Islam memberikan panduan yang jelas dan murni untuk mencari dan membangun cinta sejati: melalui doa yang tulus, istikharah untuk memohon petunjuk, ikhtiar yang halal dan terpuji dengan memperbaiki diri serta memperluas silaturahmi, dan tawakal penuh kepada ketetapan Allah. Setelah menikah, pondasi hubungan yang kuat dibangun di atas komunikasi, rasa saling menghargai, kesabaran, pemaafan, dan keharmonisan spiritual.
Ingatlah, cinta sejati yang berkah adalah anugerah dari Allah, bukan hasil dari paksaan atau manipulasi. Ia tumbuh dari hati yang bersih, niat yang lurus, dan ketaatan kepada Sang Pencipta. Mari kita senantiasa berpegang teguh pada ajaran Al-Qur'an dan Sunnah, menjauhi segala bentuk kesyirikan dan bid'ah, serta memohon hanya kepada Allah SWT. Dengan demikian, insya Allah kita akan menemukan ketenangan (sakinah), cinta (mawaddah), dan kasih sayang (rahmah) dalam rumah tangga yang diridai-Nya, baik di dunia maupun di akhirat.
Semoga Allah SWT senantiasa membimbing kita semua dalam setiap langkah kehidupan, memberkahi perjalanan mencari jodoh, dan menganugerahkan kebahagiaan abadi dalam setiap pernikahan yang dibangun di atas dasar keimanan dan ketakwaan.